TENTANG MATAHARI, TENTANG SAHABAT  

Posted by: Langit Pelangi


Kadang aku merasa matahari itu membuatku nyaman. Kadang dia juga membuatku merasa hangat. Tapi tak jarang pula dia juga membuatku terbakar dan bahkan sempat membuatku "gosong". Aku pikir itulah Matahari. Memang seperti itulah sifatnya. Dia tak pernah segan memberi kehangatannya pada orang lain, tapi terkadang dia juga menyelipkan serpihan kaca dalam sinarnya, sehingga siapapun yang merasakan sinarnya pasti juga akan merasakan ada sesuatu yang menyayat kulit mereka.

Aku menemukan sosok matahari dalam setiap orang. Hangat, terang, silau dan redup. Mereka mempunyai kadar matahari mereka masing-masing. Aku percaya mereka menyimpan matahari dalam diri mereka, termasuk dalam diriku. Tapi aku  mempunyai sedikit masalah dengannya. Aku bisa melihat dengan jelas matahari mereka, tapi aku tidak bisa melihat berapa kadar matahari dalam diriku sendiri. Hangat? Terang? Silau? atau redup? Aku tidak tahu. Dia bersembunyi di balik sesuatu yang tidak bisa kulihat dari sudut pandangku. Aku harus berjalan beberapa langkah agar sudut pandangku bergeser sehingga aku bisa melihatnya dengan jelas. Tapi anehnya si Matahari tetap tak terlihat. Dia masih terhalang oleh sesuatu yang gelap nan pekat.

Kemudian aku mencoba melangkah lebih cepat, tapi sinarnya tetap tak terlihat. Sesuatu itu begitu kuat mengalangi cahayanya. Aku mencoba berlari saja untuk mencoba mendahului gerakan si Matahari. Bisa saja dia tidak bisa mengelak. Namun ternyata gerakanku tidak segesit dan secepat gerakan si matahari. Dia bisa bergerak secepat angin, bahkan secepat cahaya. Aku hampir kelelahan dibuatnya. Semakin aku cepat berlari, dia semakin tertutup dari pandanganku. Semakin kuat aku mencoba mengibaskan tanganku untuk menyibak sesuatu yang tak ku kenal itu, semakin pekat hitamnya menyelimuti si matahari. Hey, kenapa? Kenapa sesulit ini melihat matahariku sendiri?


Akhirnya aku menyerah. Aku menyerah di atas langkah kakiku yang perlahan melambat mengikuti alur nafasku yang sesak.

Kemudian aku berpikir keras untuk mencari jawaban atas masalahku dengan si matahari ini. Kenapa dia bersembunyi, kenapa dia menghindar dan kenapa dia tidak mau keluar dari persembunyiannya. Kenapa mataku tak mampu menjangkau keberadaanya dalam diriku sendiri?

Dan setelah ku berpikir keras, aku menemukan jawaban atas masalahku ini. Si matahari bukan menghindari tubuhku, tapi si matahari sedang menghindari pandanganku. Entah kenapa dia melakukan itu, tapi aku yakin dia menginginkanku mencari tahu sendiri. Untuk itu aku membutuhkan bantuan orang lain untuk melihat matahari dalam diriku. Aku bertanya pada seseorang tentang matahariku, dan dia menjawab, "Hangat". Ya, aku cukup senang mendengarnya. Kemudian aku bertanya pada orang lain dan dia menjawab, "Matahari kamu terang". O yah? aku masih belum puas mendengar jawaban itu. Lagi-lagi aku mencari orang lain untuk mencari tahu bagaimana matahariku, dan lagi-lagi aku menemukan jawaban yang lain, "Matahari kamu silau". Oh cukup. Aku sudah puas mendengar jawaban mereka. Aku sangat senang mereka bisa melihat dan menilai matahari dalam diriku yang tidak bisa kulihat sendiri.

"Redup", tiba-tiba ada suara lain yang bicara. "Matahari kamu redup". Hey, siapa itu? Sebelum rasa penasaranku habis, suara itu kembali berbicara, "Cahaya matahari kamu meredup, San. Kamu terlalu angkuh. Itulah warna mataharimu". Tidak. Tidak mungkin. Matahariku tidak seperti itu. Matahariku terang! Matahariku dapat menghangatkan orang lain dengan cahayanya! Aku mencoba melawan suara itu. Siapa sebenarnya yang mengatakan itu? Di tengah kepenasaranku yang begitu kuat, suara itu kemudian menjelma menjadi sosok yang begitu ku kenal. Sosok yang sangat dekat denganku.

Dia adalah sahabatku.

Ya, Sahabat.

Sejenak aku memikirkan apa yang dikatakan sahabatku. Benarkah aku seperti itu? Benarkah keangkuhanku sendiri melumuri matahariku sehingga aku tidak bisa melihatnya dalam diriku?

Setelah beberapa lama aku berpikir, akhirnya aku tersadar bahwa apa yang dikatakan sahabatku itu benar. Aku terlalu buta untuk melihat matahariku sendiri. Mataku terhalang oleh sesuatu yang gelap nan pekat yang pada akhirnya aku tahu bahwa itu adalah kesombongan dan keangkuhanku sendiri.

Setelah itu aku juga mengerti bahwa sahabat adalah orang yang paling mengerti keadaanku. Sahabat adalah orang yang mampu melihat lebih jauh ke dalam hatiku lebih dari diriku sendiri. Sahabat adalah orang yang mampu menuntunku ketika aku tertatih melewati jalan terjal berbatu. Dan sahabat adalah orang orang yang paling jelas melihat diriku, melihat matahariku.

---------------------

Terkadang kita tidak bisa melihat apa yang sebenarnya ada dalam diri kita. Dan terkadang kita tidak tahu siapa sebenarnya kita. Ketika kamu ingin mencari tahu seperti apa kamu, maka bertanyalah pada orang lain, karena terkadang orang lain itu tahu dari apa yang tidak kamu tahu. Dan terkadang orang lain akan lebih tahu dari apa yang sudah kamu tahu. Ketika kamu ingin mencari tahu siapa kamu, maka bertanyalah pada sahabatmu, karena terkadang pandangan sahabatmu lebih tahu siapa dirimu. Dan dia akan senantiasa menjadi cermin atas dirimu sebagai pengingat siapa kamu sebenarnya. Seperti itulah sahabat.

Matahari mencoba mengingatkanku bahwa bukan aku sendiri yang mampu melihatnya, tapi orang lainlah yang bisa melihatnya. Dan selain itu, matahari juga mengingatkanku bahwa sahabatlah yang mampu melihatnya, melihat matahariku dengan jelas.

Terima kasih MATAHARI, Terima kasih SAHABAT.

This entry was posted on 00.47 . You can leave a response and follow any responses to this entry through the Langganan: Posting Komentar (Atom) .

0 komentar

Posting Komentar